Hari minggu pagi,
Anto duduk di teras rumahnya sambil membaca berita-berita nasional yang
terpampang di layar monitor laptopnya. Tangan kanannya mengambil gelas di meja dan
mengarahkannya ke mulutnya.
“Assalamu’alaikum....”
tiba-tiba terdengar teriakan salam yang cukup keras dan mengagetkan Anto.
“Astagfirullah...”
teriak Anto sambil bersamaan memuncratkan air minum yang ada di dalam mulutnya
ke arah asal suara tadi.
“Bhuaaaaa....”
orang yang mengagetkan Anto itu spontan berteriak sambil mengibaskan bajunya
yang basah terkena semprotan air minum dari mulut Anto.
Saat keduanya saling
berpandangan, secara bersamaan mereka pun berteriak, “Kaaaaaaaammmmu....!!”
“HOOOOOOIIIII....!!”
tiba-tiba ada teriakan yang lebih keras dari teriakan Anto dan tamunya.
“Apaan sih kalian
ini. Pagi-pagi udah pada teriak-teriak aja. Berisik tahu!” semprot mbak Ana,
kakak Anto.
“Yeee.... mbak
Ana juga ikutan teriak barusan,” protes Anto.
“Iya... tapi
itukan gara-gara kalian. Udah jangan pada berisik. Malu ama tetangga,” kata
Mbak Ana memperingatkan Anto dan tamunya sambil masuk kembali ke dalam rumah.
Setelah mbak Ana
masuk, Anto kembali teringat pada tamunya dan memperhatikan wajah tamunya
baik-baik.
“A... Andi...?”
tanya Anto seraya tak percaya.
“He eh. Aku Andi,
To,” jawab tamu tadi sambil tersenyum dan mengulurkan tangan untuk bersalaman.
Anto pun menyambut
uluran tangan sang tamu, yang ternyata adalah sahabat lamanya. “Wah, udah
sukses kamu, ya? Udah berapa lama kita tidak bertemu?” tanya Anto.
“Ya... sekitar
tiga tahun,” jawab Andi. “Eh... pagi-pagi begini, kamu lagi ngapain? Udah
sukses juga nih. Biasanya baca koran, sekarang malah buka laptop,” sambung Andi
bernada meledek.
“Ah biasa aja.
Laptop ini hasil honor nulis di beberapa majalah,” jawab Anto sambil
melanjutkan, “Ini aku sedang mencari sosok negarawan yang akan kujadikan
sebagai tokoh utama dalam naskahku berikutnya.
“Wah.... mau
bikin buku apalagi nih?” tanya Andi sambil duduk di sebelah Anto.
“Aku mau bikin
buku tentang seorang negarawan yang berasal dari daerah dan memiliki komitmen
kuat untuk memajukan pembangunan di daerah, tidak hanya daerah asal tokoh itu
sendiri, melainkan juga daerah-daerah lain yang ada di Indonesia. Pokoknya,
tokoh negawaran ini haruslah seorang tokoh nasional yang perduli akan
perkembangan daerah-daerah di seluruh Indonesia,” jawab Anto sambil kembali
memelototi layar monitor laptopnya.
“Wah... cocok
banget tuh dengan Pak Irman Gusman,” ucap Andi.
“Siapa?” tanya
Anto
“Itu Pak Irman
Gusman, Ketua DPD RI yang sekarang,” jawab Andi sambil menambahkan,” Pak Irman
itu kan seorang putra daerah yang sekarang menjadi Ketua Dewan Perwakilan
Daerah. Dan sebagai seorang Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, beliau
juga memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan pembangunan daerah-daerah
di seluruh Indonesia”.
“Oh... gitu,”
ucap Anto.
“Iya... bahkan
beliau juga banyak menerima berbagai macam penghargaan, seperti Bintang
Mahaputra Adipradana, Pemimpin Muda Berpengaruh, Pemimpin Muda Indonesia, dan
bahkan mendapatkan pula penghargaan dari pemerintah Amerika Serikat sebagai
Pemimpin Muda Potensial di Parlemen,” kata Andi menggebu-gebu.
“Oh... gitu,”
lagi-lagi Anto berkata.
“Loh... koq
gitu-gitu melulu? Apa masih kurang prestasi dan posisi Pak Irman Gusman untuk menjadi
tokoh negarawan dan pejuang daerah yang akan kamu tulis?” tanya Andi.
“Bukan kurang,
tapi aku juga harus mengetahui pandangan-pandangan beliau mengenai pembangunan
daerah-daerah tertinggal di Indonesia,” kata Anto mengungkapkan alasannya.
“Oh... kalau soal
itu, kamu nggak perlu khawatir. Kebetulan beberapa waktu lalu, aku sendiri
pernah mendengarkan kata-kata beliau mengenai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
daerah,” kata Andi.
Setelah menarik
napas sesaat, Andi kemudian melanjutkan, “Menurut beliau, saat ini tercatat
hampir 60 persen dari 183 kabupaten daerah tertinggal terdapat di kawasan timur
Indonesia. Oleh karena itu, Pak Irman Gusman berharap agar program pembangunan
dan pemberdayaan ekonomi daerah harus didukung dengan percepatan, perluasan,
dan pemerataan pembangunan infrastruktur di seluruh daerah, tentunya dengan
memberikan perhatian khusus terhadap kawasan timur Indonesia”.
“Pak Irman juga berpendapat bahwa kita
harus mengubah paradigma dan pola pikir dengan menjadikan daerah sebagai titik
sentral dalam pembangunan nasional,” kata Andi.
“Lalu, apa solusi yang ditawarkan oleh
Pak Irman Gusman?” tanya Anto pada Andi.
Setelah terdiam sejenak, seolah-olah
sedang mengingat-ingat sesuatu, Andi pun menjawab pertanyaan Anto. “Kalau tidak
salah, Beliau pernah menyampaikan bahwa untuk meningkatkan daya saing daerah,
ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan
sejalan dengan upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas daya saing itu,
antara lain menyangkut kualitas lembaga pemerintahan, infrastruktur, stabilitas
makro ekonomi, kesehatan maupun pendidikan dasar.”
“Bahkan, beliau juga mengatakan bahwa
daerah-daerah di Indonesia bukan hanya bersaing antar daerah, namun juga dengan
daerah di luar negeri pada tingkat regional. Sebagai negara
agraris, menurut Irman, Indonesia memiliki sumber daya alam yang besar dan
mampu dijadikan tulang punggung perekonomian maupun peningkatan produksi
nasional.,” jelas Andi.
“Wah... keren juga nih. Ngomong-ngomong,
Pak Irman Gusman ini orang mana sih?” tanya Anto.
“Beliau merupakan putra Minangkabau.
Tapi, beliau juga tokoh nasional yang berjuang untuk memajukan pembangunan
daerah. Tidak hanya daerah kelahirannya, namun juga daerah-daerah lain di seluruh
Indonesia,” jawab Andi mantap.
“Oke banget nih Pak Irman... Cocok untuk
jadi tokoh utama dalam bukuku nanti, biar bisa jadi teladan bagi anak-anak dan
generasi muda Indonesia,” ujar Anto sambil menambahkan sebuah pertanyaan, “Oh
iya, koq kamu bisa tahu banget soal Pak Irman Gusman?”
Sambil tersenyum, Andi menjawab, “Kan
aku sekarang udah jadi staf di kantor DPD RI. Jadi, aku tahu banyak tentang Pak
Irman Gusman dan kiprahnya untuk bangsa Indonesia.”
“Wah... udah kerja koq nggak
bilang-bilang. Ya udah, klo gitu aku minta traktirannya aja deh,” kata Anto
sambil melirik tukang bubur ayam yang lewat di depan mereka.