Kamis, 06 Desember 2007

Bermain dengan Setting (Lokasi)

Sudah satu minggu lebih Anto menghilang dari peredaran. Tak seorang pun tetangganya yang mengetahui kemana Anto pergi. Bahkan, Andi, sahabatnya pun hanya bisa mengangkat kedua bahunya bila ada orang yang menanyakan keberadaan Anto.

Sampai kemudian secara mendadak...mak..mbendukduk (klo kata orang Jawa), Anto nongol begitu saja dan berjalan dengan langkah ringan menuju rumah kontrakan Andi.

Andi yang sengaja ingin ke rumah Ano langsung lari menyambut sahabatnya itu. "Alhamdulillah, Anto kamu selamat!" teriak Andi sambil merangkul Anto dengan kuat.

Anto yang terkejut mendapat serangan mendadak seperti gelagapan mencari udara bantuan, maklum aja dekapan Andi pas banget membuat hidung Anto beradu dengan ketek Andi yang...ehm....silahkan bayangin sendiri deh gimana baunya.

"Aduh. Aduh... Ampun deh! Emang aku kenapa sih, pakai di-Alhamdulillah-i segala?" protes Anto yang terus meronta melepaskan diri dari dekapan Andi.

"Wah, aku kira kamu menghilang seminggu ini karena digondol wewe gombel," kata Andi.

"Asal aja kamu ngomongnya. Aku kan lagi jalan-jalan untuk cari ide dan referensi," jelas Anto akhirnya.

"Lho, emang mau ngapain lagi?" tanya Andi sambil mempersilahkan sahabatnya itu untuk masuk ke rumahnya.

"Seminggu kemaren aku jalan-jalan ke beberapa daerah dalam rangka mencari ide dan referensi mengenai setting (tempat) untuk cerita baru saya nanti.

Selama ini saya selalu menulis cerita dengan setting yang itu-itu saja. Dan kali ini saya ingin setting yang berbeda," tutur Anto.

"Emang harus jalan-jalan untuk menemukan setting cerita?" tanya Andi.

"Nggak harus sih. Setting bisa kita temukan dengan banyak membaca misalnya. Jadi meski tak pernah ke Amerika, kita bisa tahu dan membayangkan bagaimana bentuk trem di negeri Paman Sam itu atau bagaimana kondisi air terjun Niagara. Terus dari film-film yang kita tonton, kita juga bisa tahu, bagaimana pakaian kerajaan pada masa Raja Richard atau King Arthur.

Kita juga bisa tahu senjata apa misalnya yang digunakan pada zaman Salahuddin Al-Ayyubi dan segala pernak-perniknya tanpa harus kesana dan menjalani kehidupan saat itu.

Nah, khusus aku. Kemaren aku jalan-jalan ke Borobudur. Selain untuk refreshing, aku juga lagi pengin bikin cerita petualangan yang settingnya nanti mengambil lokasi di Candi Borobudur," jelas Anto panjang lebar.

"Oh... gitu, to. Emang sebegitu pentingnya setting dalam sebuah cerita, sehingga kamu harus datang sendiri ke Borobudur sana?" tanya Andi lagi.

"Bagiku, semua elemen cerita itu sama pentingnya. Hanya saja aku ingin lebih mendalami setting lokasi yang akan aku ceritakan. Dalam berbagai buku aku memang bisa mengetahui bagaimana sejarah Candi Borobudur, dimana letaknya dan seberapa banyak pengunjungnya. Tapi, bila aku berada di sana sendiri, aku merasa ada feel atau mood yang berbeda yang akan menambah "hidup" ceritaku nanti.

Aku pernah membaca di sebuah milis tentang penulis bacaan anak, bahwa ada beberapa trik yang biasa digunakan salah seorang penulis saat dirinya bermain dengan setting lokasi, yaitu:

Yang pertama, Menentukan setting lokasi kemudian mencari cerita yang sesuai.
Misalnya sang penulis ingin menulis tentang air terjun. Maka sang penulis akan merunut pada hal yang terkait dengan lokasi tersebut. Ambil contoh, anak-anak asongan di lokasi air terjun, lalu sang penulis mencari konflik untuk ceritanya. Bisa dengan membuat cerita si anak asongan menemukan barang berharga milik pengunjung, dan seterusnya.

Yang kedua, Mencari cerita kemudian menempelkan pada setting.
Misalnya saja sang penulis ingin menulis cerita tentang kebiasaan buruk anak, seperti mencela orang lain. Karena yang seperti ini bisa terjadi di mana saja, maka sang penulis bisa menempelkannya pada lokasi yang jarang penulis garap. Ambil contoh, di lokasi studio iklan karena si tokoh kebetulan bintang iklan.

Yang ketiga, setting yang umum.
Sang penulis jarang mendeskripsikan secara detail setting lokasi yang umum, seperti sekolah, pasar, rumah sakit, dan sejenisnya. Ada beberapa masalah yang sering kita temui jika menulis dengan detail, yakni penulis ingin membebaskan fantasi anak, kemudian penulis sering mengalami ruang yang terbatas dalam menuliskan deskripsinya dan terkadang ilustrasi yang dibuat tidak sesuai dengan teks cerita.

Yang keempat, setting khusus.
Untuk lokasi tertentu seperti candi Borobudur, pesawat ruang angkasa, justru sang penulis selalu berusaha membuat deskripsi dengan rinci. Karena tidak semua anak tahu setting tersebut, sehingga kita bisa membantu menggiring fantasi mereka dengan kata-kata," jelas Anto panjang lebar.

"Apa kamu juga mengekor apa yang penulis itu tuliskan di millis?" kembali Andi bertanya.

"Ini bukan masalah ekor-ekoran atau jiplak-jiplakan. Tapi kita semua saling belajar dan berbagi. Mungkin bagi sebagian orang, teknik yang dipergunakan sang penulis dalam milis itu cukup membantu, mungkin juga bagi kamu apa yang dilakukan sang penulis biasa saja dan kamu lebih suka teknik yang lain. Hal itu sah-sah saja.

Bagiku, teknik adalah cara dalam berproses. Menggunakan teknik apapun asal baik dan benar kalo menghasilkan cerita yang baik, nggak ada salahnya, kan?!" Jawab Anto.