Rabu, 02 Januari 2008

Pesan Moral dalam Cerpen Anak-Anak

"Anto, aku baru saja selesai menulis cerpen nih," ujar Andi sambil menyodorkan tiga lembar kertas ukuran kuarto pada Anto.

Anto mengambil kertas itu dan terdiam sejenak membaca deretan-deretan tulisan yang dihasilkan Andi. Beberapa saat kemudian, Anto mengembalikan kertas itu sambil manggut-manggut. Andi yang melihat tingkah laku Anto akhirnya bertanya.

"Kenapa kamu manggut-manggut, begitu?"

"Loh, emang nggak boleh aku manggut-manggut," Anto balik bertanya.

"Ya, nggak pa-pa. Cuman kesannya kamu seperti melecehkan hasil karyaku," kata Andi agak ketus karena tersinggung.

"Oh, maaf deh. Bukannya melecehkan, aku hanya merasa bahwa cerpen yang kamu buat itu terkesan menggurui banget," jelas Anto.

"Maksudnya?" Andi terus mengejar dengan pertanyaan.

"Iya, aku baca disitu kamu menceritakan seorang anak sekolah dasar yang berceramah mengenai narkoba kepada teman-temannya. Padahal anak itu baru kelas dua SD," jawab Anto.

"Apa salahnya kalo anak kelas 2 SD ceramah soal narkoba? Toh itu sah-sah aja, kan?" Andi menjawab tak mau kalah.

"Justru disitu salahnya. Kamu mesti hati-hati menempatkan seorang anak yang tiba-tiba menjadi "pintar" dan sok tahu. Seorang anak mestinya tidak bertindak seperti tokoh dalam cerpenmu.

Menurutku, alangkah lebih baik apabila jalan ceritanya diubah menjadi sebuah kejadian yang membuat sadar para pengguna narkoba itu tanpa harus ada kalimat-kalimat menggurui dan menceramahi.

Saat ini, anak-anak sudah tidak bisa lagi diberi pola ceramah. Akan lebih mengena apabila mereka membaca sebuah cerita yang mendidik dan mempunyai hikmah.

Tak perlu kata-kata, cukup berikan sebuah akibat akan kesalahan tindakan mereka, kurasa itu lebih mengena," jelas Anto panjang lebar.

"Aku masih belum mengerti," kata Andi terus terang.

"Begini. Aku pernah membaca tulisan Benny Rhamdani, seorang penulis cerita anak-anak. Dalam tulisannya mengenai pesan moral dalam cerita anak disebutkan bahwa pesan moral dalam sebuah cerita sebaiknya tidak berupa dialog nasehat dari tokoh keseharian yang memang sudah sering menasehati. Cerita model "kena batunya", akan lebih mengena untuk menyisipkan pesan moral, ketimbang nasehat panjang.

Kemudian, pesan moral yang diberikan sebaiknya jangan mengulang yang sudah sering disampaikan. Seperti jangan membolos, jangan mencuri dan sebagainya. Anak-anak yang membaca cerita ini tidak akan tertarik membacanya. Mencari pesan moral berdasarkan penggalian terhadap pengalaman pribadi. Coba ingat-ingat, pasti banyak yang bisa dipakai sebagai bahan cerita. Contohnya, doa buruk terhadap guru agar sakit sehingga lepas dari rencana ulangan besok.

Selain itu, kita juga harus berhati-hati dengan tokoh anak-anak yang tiba-tib jadi serba tahu dan 'sok tua'. Kecuali kalau memang itu sudah jadi karakter yang membangun cerita.

Dan yang terakhir, dalam memberi nasehat, efek ganjaran seperti menakut-nakuti memang sering mengena. Namun sebaiknya juga jangan terlalu berlebihan. Misalnya, karena sekali mencuri, seorang tokoh kemudian tangannya buntung. Hal itu, kan, sadis banget dan menimbulkan efek negatif pada anak-anak.

Gimana, jelas, kan?" tanya Anto mengakhiri penjelasannya.

"Sepertinya aku bisa memahami apa yang kamu jelasin barusan. Jadi, selama ini apa yang kamu lakukan dan kamu jelaskan padaku bersumber pada tulisan-tulisan Benny Rhamdani ini?" tanya Andi.

"Ya, iya lah. Selain dari dia, ada juga dari referensi lain. Makanya, sering baca dan ikutan milis dong biar berkembang pengetahuanmu," kata Anto.


Powered by ScribeFire.

Tidak ada komentar: