Setelah setiap kali pertemuan antara Anto dan Andi dimulai dengan kata pembuka 'Pada suatu hari', kini kata pembuka bagi cerita Anto dan Andi dimulai dengan kata yang berbeda, yaitu 'Pada suatu ketika' (Hei! Emang ada bedanya apa? He.he.he. sori bos, becanda).
Kali ini, kata pembukanya adalah 'Dalam perjalanan'. Nah, silahkan disimak!
Dalam perjalanan ke sebuah penerbit, Andi dan Anto terlibat dalam sebuah obrolan yang seru di dalam angkot.
"Ndi, cerita yang mau kamu kirim tentang apaan, sih?" tanya Anto sambil mencomot kripik pisang dari tangan Andi.
"Ya, cerita yang spektakuler pokoknya. Kalo nggak gitu, aku nggak pede buat ngirim cerita ini," jawab Andi dengan bangga sambil mengacungkan amplop berisi naskah ceritanya.
"Wah, yakin nih, ceritanya heboh banget?" tanya Anto lagi, "Boleh aku lihat?"
"Boleh aja. Tapi sori dori mori, ya, aku nggak terima koreksi dan kritik saat ini," ucap Andi mantap.
"Lho, kenapa begitu?" Anto jadi heran.
"Soalnya, klo terus ndengerin koreksi dan kritik kamu, aku nggak bakalan maju-maju. Sebab, setiap kali aku mau kirim naskah, kamu selalu bilang naskahku kurang inilah, kurang itulah dan ujung-ujungnya aku nggak jadi ngirim cerita anak ini ke penerbit," jelas Andi.
Anto hanya tersenyum mendengar alasan Andi. "Ya, kalau kritiknya membangun dan membuat cerita anak itu menjadi lebih baik, nggak pa-pa toh?"
"Betul itu, tapi aku juga ingin dengar alasan dari pihak lain. Semacam second opinion, lah," tegas Andi.
'CIT!!!!' Angkot tiba-tiba berhenti dan amplop cerita anak itupun terlepas dari tangan Andi. Sebagian isinya berserakan keluar dari amplopnya.
"Woi!! Gimana sih abang sopir ini. Ngerem kok mendadak gene," teriak Andi yang kesal karena naskah cerita anaknya jadi berhamburan.
"Maaf, Oom," kata sopir angkot sambil cengar-cengir. (Dasar sopir angkot, bukannya nyesel malah cengar-cengir. Coba klo karena sikapnya ngerem mendadak itu kemudian ada kendaraan di belakangnya yang kaget dan celaka, kan jadi berabe urusannya.
Sebuah tangan turut membantu memunguti kertas yang berserakan itu. "Saya bantu ya, dik," kata pemilik tangan itu.
Sekilas, Andi dan Anto memandang penumpang di depan mereka. Orang itu berperawakan pendek dengan kulit hitam dan rambut kribo, dari wajahnya aja bisa mengundang kita untuk tersenyum dan tertawa. Cerah banget! (Emang matahari, cerah).
"Oh, terima kasih, ya, pak," kata Anto akhirnya.
Sesaat, orang itu membolak-balik kertas cerita anak milik Andi, seperti orang yang membaca dengan cepat sambil menata dan mengurutkan sesuai nomor halamannya.
"Ini cerita anak, ya?" tanya orang itu sambil menyerahkan tumpukan kertas yang sudah disusunnya kepada Anto.
"Betul, pak. Naskah itu milik teman saya ini," jawab Anto. "Gimana, pak? Bagus ndak ceritanya?" todong Anto yang rupanya memergoki bahwa orang yang membantu mengumpulkan naskah itu sempat membaca beberapa halaman cerita anak milik Andi.
"Wah, ketahuan, ya, klo saya membaca sekilas naskah milik temanmu. Jadi malu saya?" kata orang itu dengan mimik memelas meminta maaf.
"Nggak pa-pa, kok, pak. Semakin banyak pendapat, kan semakin baik," kata Anto sambil melirik Andi dengan pandangan yang seolah berkata 'Nih, dengerin pendapat orang lain selain aku'.
"Menurut saya, naskah tadi sekilas cukup bagus. Cuman ceritanya masih kurang terbangun dengan baik," kata orang berambut kribo itu.
"Maksudnya, pak?" tanya Andi yang penasaran karena orang yang dianggapnya pendek dan dekil itu berani mengkritik cerita anak miliknya.
"Begini, seperti fiksi secara umum, cerita untuk anak atau kita sebut saja fiksi anak juga dibangun oleh beberapa unsur.
Yang pertama adalah Tema. Sebuah tema yang tepat untuk fiksi anak adalah yang menghibur, mendidik dan inspiratif.
Yang kedua, Penokohan. Dalam fiksi anak, jumlah tokoh jangan terlalu banyak. Kita bisa membatasi dengan 1-4 tokoh utama dan 5 pendukung. Kalo terlalu banyak akan membingungkan pembaca dalam menghapal dan memahami si tokoh.
Yang ketiga, Alur. Menurut saya, bacaan yang mengasikkan adalah yang alur ceritanya mengalir. Untuk itu, seorang penulis biasanya membangun peristiwa ke peristiwa yang lain saling berkaitan hingga akhir cerita. Dalam alur, kita akan menemukan pembukaan, konflik, klimaks, dan anti klimaks.
Yang keempat, Setting. Latar atau setting fiksi anak barangkali hal yang paling luas di dunia fiksi. Dengan imajinasi yang luas, fiksi anak nyaris tak memberi batasan. Kita bisa membuat dongeng tentang kehidupan makhluk di bawah air terjun atau yang lainnya. Selain latar tempat, latar waktu juga bisa kita akali. Walau pada kenyataannya, fiksi anak Indonesia lebih banyak menggunakan setting modern dan sekolah yang mungkin disebabkan karena kedekatan geologis dan waktu terhadap pembacanya yang anak-anak.
Yang kelima, meski yang terakhir tapi juga sangat penting adalah Trik. Setiap penulis pada akhirnya harus memiliki style atau gaya dalam menulis. Hal ini berkaitan dengan citra penulis itu sendiri nantinya. Seorang penulis yang mempunyai gaya atau style bercerita yang lain dengan penulis kebanyakan biasanya akan selalu diingat dan lebih mendapat tempat di hati pembacanya. Penulis juga harus mampu memahami dan membuat trik dalam bercerita, sehingga cerita dengan tema sesederhana apa pun jadi menarik untuk dibaca.
Silahkan Anda mencermati beberapa karya penulis fiksi anak ternama, misalnya Enid Blyton, Wendo, Astrid, Benny Rhamdani, Ali Muakhir dan yang lainnya. Dari situ kita akan dengan mudah menemui trik mereka dalam bercerita hingga mampu memikat dan dengan banyak melatih menulis, trik bercerita akan makin terasah dan tertanam.
Mungkin itu saja yang bisa saya sharing saat membaca naskah cerita anak milik Anda tadi," dengan lancar, jelas dan gamblang orang berperawakan pendek, dekil dan berambut kribo itu berbicara, sampai-sampai Anto dan Andi melongo dibuatnya.
"Kiri, pak sopir," teriak orang itu sambil tersenyum kepada Andi dan Anto. "Saya turun disini dulu ya. Sampai ketemu di lain waktu."
Sebelum orang itu turun Anto buru-buru bertanya, "Siapa nama Bapak?"
Tapi orang itu hanya tersenyum dan terus turun dari angkot.
Setelah angkot berjalan kembali, Andi melihat sebuah kartu nama yang nampaknya terjatuh dari saku jaket orang tadi. Andi memungutnya dan membaca nama yang tertera di kartu nama itu.
"Boim Lebon," ucap Andi dan Anto berbarengan.
1 komentar:
Hiyaaaaaaaaaaa??? Ini cerita beneran nih? (ngakak membaca deskripsi Boim Lebon: pendek, item, dekil)
Posting Komentar