Selasa, 20 November 2007

Fairy Tale

Menulis Bacaan Anak
(Seri 3)

Dongeng: Cerita Tanpa Batas
Fairy Tale


Anto masuk lebih dulu ke dalam rumah diikuti Andi. Sejak dalam perjalanan pulang, Andi tak henti-hentinya bertanya tentang pembagian dongeng. Anto yang tetap bersikukuh tidak mau mengatakannya di perjalanan, kini menyuruh Andi untuk duduk dulu di teras depan sementara ia menyiapkan seteko es sirup rasa jeruk untuk membasahi tenggorokan yang terasa kering.

"Minum dulu, Ndi," kata Anto sembari meletakkan teko di atas meja.

"Terima kasih, Nto," jawab Andi. "Jadi kelanjutan dongeng tadi gimana, Nto?"

"Ya, menurutku sih, yang pertama adalah dongeng tentang asal-usul tadi. Kemudian, yang kedua adalah fairy tale yang mengisahkan tentang kehidupan peri atau setidaknya menghadirkan peri dan keajaiban didalamnya," jelas Anto.

"Wah, jadi fairy tale ini bisa mengisahkan cerita yang ngaco dan aneh-aneh, asal ada peri dan keajaibannya gitu?" tanya Andi asal.

"Ya, nggak selalu begitu sih. Meski seorang Kahlil Gibran pernah mengatakan bahwa fantasi anak-anak itu tidak memiliki batas, tapi menurutku, kita mesti memikirkan sedikit logika di dalamnya. Ya...minimal ada sedikit benang merah yang membuat keanehan, keajaiban atau ke-ngaco-an itu bisa diterima oleh alam pikiran anak-anak," Anto kembali menjelaskan pengertian fairy tale pada Andi.

"Misalnya?" Andi menuntut penjelasan lebih lanjut.

"Misalnya, ya..... seorang anak yang tiba-tiba bisa bicara dengan semua binatang. Kita harus memberikan sedikit cerita yang menjadi benang merah kenapa anak itu tiba-tiba bisa bicara dengan binatang. Apakah karena dia masuk ke sebuah lemari yang tembus ke negara dongeng yang penghuninya semua binatang. Atau bisa juga karena dia memegang kalung milik neneknya yang mempunyai kekuatan ajaib. Apabila anak itu mengenakan kalung neneknya, maka ia akan bisa berbicara dengan binatang, jika tidak, maka ia tidak bisa mengerti bahasa binatang, begitu," jawab Anto.

"Tapi, kalau kubaca di dongeng-dongeng HC Andersen, nggak pernah tuh diceritakan asal-usul kenapa boneka kayu yang berwujud seorang prajurit bisa bicara," bantah Andi.

"Ya...kan kubilang nggak selalu begitu. Hanya saja anak sekarang ini pola berpikirnya beda dengan anak dulu. Jika dulu kamu nggak pernah tanya kenapa boneka kayu prajurit itu bisa bicara tanpa sebab, mungkin saja anak sekarang malah mempertanyakannya. Sebab, ia tidak melihat boneka beruangnya bisa bicara, ya kan?" terang Anto.
Andi hanya mengangguk-angguk mencoba mengerti. "Trus kalau....." Sebelum Andi meneruskan pertanyaannya, Anto sudah melambaikan tangannya memanggil tukang bakso yang sedari tadi teriak-teriak menjajakan dagangan baksonya.

Tidak ada komentar: