Jumat, 23 November 2007

Kategori Cerita Pendek Anak-Anak

Jilid 2

Setelah berpakain rapi, Andi kembali keluar rumah untuk mengejar Anto yang sudah jalan lebih dahulu.

Dalam perjalanan, Anto menjelaskan bahwa cerpen buatannya berhasil dimuat di sebuah majalah anak-anak yang cukup terkenal, sehingga dia mendapatkan honor yang lumayan besarnya. "Kalau cuma ngabisin gerobak mie rebus Bang Maman, sih, cukup," kata Anto sesumbar.

Seperti biasanya (dalam cerita ini tentunya), Andi dengan antusias mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai keberhasilan Anto meloloskan ceritanya untuk dimuat.

"Kamu pakai koneksi ya, To?" tanya Andi penasaran.

"Koneksi, mbah-mu. Kalau mau dimuat itu ya usaha keras dong! Jangan ngarepin koneksi kayak anak para pejabat," jawab Anto sewot karena merasa jerih payahnya dianggap nggak ada apa-apanya.

"Klo memang murni, kenapa punya kamu boleh dimuat, sedang punyaku kagak?" bantah Andi makin panas.

"Lha, kamu kirim kemana? Emang kirimnya ke majalah yang aku kirimin naskah juga?" Anto balas bertanya.

"Aku kemaren kirim naskah ke majalah "Dolanan Dewasa"," jawab Andi.

"Itu berarti naskah cerpen kamu, cerpen dewasa, dong," kata Anto.

"Enggak, naskahku sih naskah cerpen untuk anak seperti yang kamu bilang beberapa hari lalu," jelas Andi.

"Lha, klo itu sih salah kaprah. Klo mau kirim naskah anak harus ke majalaj untuk anak-anak juga dong. Jangan asal tembak gitu. Pantas aja nggak dimuat," kata Anto sambil nyerocos.

"Oh ya, kemaren kamu udah jelasin masalah dongeng untuk anak-anak. Lantas klo untuk cerpen, ada pembagiannya juga nggak?" tanya Andi.

"Pasti ada dong. Tapi lebih baik aku jelasin sambil makan mie rebus dulu, yuk. Bang, mie rebus dua, ya," teriak Anto pada Bang Maman.

Sembari menunggu mie rebus dihidangkan, Anto melanjutkan penjelasannya mengenai kategori cerpen pada Andi.

"Karena saking banyaknya ragam bentuk cerpen di majalah yang ada di Indonesia ini, bisa kita kelompok dalam beberapa jenis saja. Tapi mungkin juga bisa berkembang dan berbeda-beda dari yang akan aku omongin," kata Anto membuka penjelasan.

"Yang pertama adalah cerpen Realis. Cerpen ini yang paling banyak ditulis dan menjadi induk bagi genre jenis cerpen anak berikutnya.

Kemudian, yang kedua adalah cerpen Misteri atau Detektif-detektifan. Cerpen ini biasanya paling digemari karena mengundang rasa penasaran.

Yang ketiga adalah cerpen Misteri tapi bergenre Horor. Cerpen ini juga menarik minat dan punya tempat khusus di beberapa media anak-anak.

Keempat, cerpen jenis Komedi. Cerpen ini tentu saja merupakan jenis cerpen yang dibumbui cerita-cerita komedi dan lucu.

Kelima, cerpen Futuristik. Dari namanya pasti kamu sudah bisa menebak bahwa cerpen ini mengambil setting waktu masa depan.

Cerpen yang keenam atau yang terakhir adalah cerpen Momentum. Cerpen ini berhubungan dengan momen tertentu, misalnya cerpen tentang puasa, cerpen lebaran, cerpen agustusan, dan lain-lain," kata Anto mengakhiri penjelasannya.

"Oh, jadi selain dongeng, cerpen juga punya kategori, ya? Trus, apa klo kukirim ke media anak, bisa langsung dimuat juga?" tanya Andi.

"Ya... soal dimuat atau enggak itu soal nanti. Yang penting kita sudah berusaha dan mencoba. Sebelum kamu kirim lebih baik kamu pelajari dulu cerpen-cerpen yang dimuat di majalah yang akan kamu kirimi karyamu nanti. Dengan demikian, kita bisa tahu selera pembacanya dan selera redaksinya. Termasuk jumlah halaman yang harus kamu buat.

Kemudian, kirimkanlah beberapa cerpen sekaligus dalam satu amplop, dengan cerita yang bervariasi, baik seting maupun jenis ceritanya.

Lalu, jangan pernah menunggu cerpen kamu dimuat, baru mengirim lagi. Antrian di penerbit biasanya panjang karena bukan kamu seorang yang ngirim ke mereka dan banyak penulis yang lebih baik dari kita juga ikut mengirim naskah ke penerbit.

Nah, misal kamu udah kirim, yakinkan bahwa kamu masih pegang copy cerpennya, karena beberapa kali aku pernah menemukan naskah yang hilang. Lebih baik lagi tuliskan dalam surat pengantar, bahwa bila dalam setahun cerpen kamu tidak ada kabar, maka kita akan mencabut cerpen tersebut. Selanjutnya kamu bisa mengirim naskah itu ke media cetak lain, mungkin saja di majalah "A" naskah kamu tidak dimuat, tapi di media "B" naskah kamu langsung dimuat.

Selain mengirim naskah, lebih baik juga klo kamu mengikuti lomba-lomba yang diselenggarakan oleh majalah tersebut, karena membuka peluang nama kita dikenal oleh redaksi. Ya.. kan ada ungkapan, tak kenal maka tak sayang... gitu," jelas Anto panjang lebar.

"Masih ada lagi nggak tips-nya?" Andi bertanya.

"Ada satu lagi...." kata Anto.

"Apaan tuh?" tanya Andi penasaran.

"Tips ini adalah tips yang paling ampuh," kembali Anto berkata.

"Wah.. boleh tuh, boleh banget," Andi makin antusias.

"Tips terakhir ini adalah.... SEMANGAT!" kata Anto.

"Ya....... ," Andi kecewa mendengar tips yang terakhir.

"Udah nggak usah pakai "YA", capek ngomong ama kamu. Mending makan mie rebus. Nih, mie rebus kita dah siap untuk disantap," kata Anto sambil menerima semangkok mie rebus.

3 komentar:

A. Mami mengatakan...

sebenernya ini informasi gimana caranya memuat tulisan khususnya cerita anak, tapi terasa menghibur lantaran dibawainya asik dengan bentuk cerita and percakapan yang lumayan kocak....
mohon saran nih....
beberapa saat yang lalu sempet berminat bikin cerita anak dan beberapa sudah saya tuangkan cerita itu, setelah beebrapa kali saya baca.....saya bengong, bahasa yang pantas dan mudah dimengerti ank anak itu seperti apa sih???

Anonim mengatakan...

Membuat tulisan/cerita anak memang diakui oleh banyak penulis sebagai yang paling sulit. Karena, kita (para orang dewasa) seringkali tergelincir kepada paradigma atau pemikiran dan gaya-gaya/bahasa orang dewasa saat membuat cerita anak.
Bagi seorang penulis yang baru akan membuat cerita anak, disarankan untuk sering-sering membaca cerita anak sehingga kemudian mampu mempelajari bagaimana gaya penulis cerita anak yang lain.
Kemudian, perbanyak berinteraksi dengan dunia anak, sehingga secara natural kita bisa melihat bagaimana anak-anak menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Kita juga akan bisa perkembangan psikologis mereka.
Saat ini, saya melihat masih kurangnya cerita-cerita yang membangkitkan rasa kepahlawanan di Indonesia.
Anak-anak kita hanya dicekoki oleh sinetron-sinetron cengeng dan cinta yang sangat tidak mendidik mental generasi penerus bangsa.
Mari kita coba untuk membuat sebuah cerita yang bisa memberia teladan kepada anak, yang bisa membangkitkan semangat kepahlawanan (superhero) dalam diri mereka, sehingga mereka akan lebih kuat dan lebih siap dalam menghadapi kenyataan hidup.
Mau tak mau, hidup ini adalah hidup yang keras, kecuali dalam sinetron dimana seorang anak yang miskin bisa saja bertemu "dewa penolong" dan memberinya kekayaan dalam sekejap.

Mari sama-sama belajar!

Anonim mengatakan...

mau tanya, waktu dari ngirim cerpen sampai dimuat berapa lama. makasih